🦌 Hadis Nabi Tentang Kebudayaan
Dalamsalah satu karyanya yang berjudul ‘Hadis Yang Tekstual dan Kontekstual’ ia menguraikan makna hadis tentang Dajjal yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dan Muslim dengan pemaknaan yang berbeda “Dari Abdullah bin Umar bahwa, Rasulullah saw. menyebut al-dajjal dimuka orang banyak, kemudian beliau bersabda,“sesungguhnya Allah swt
HadistTentang Akhlak ke 8. Hadits Tentang Akhlak ke 9. Hadits Tentang Akhlakul Karimah ke 10. Hadits Tentang Akhlak Tercela. Ayat dan Hadits Tentang Akhlak Rasulullah. Penjelasan Ulama Tentang Akhlak Mulia. Doa Agar di Berikan Akhlak Yang Baik. Kesimpulan Hadits Tentang Akhlak.
Berikuthadis tentang kedudukan perempuan dalam Islam: 1. Hadis tentang perempuan dalam Islam: Hak mendapat perlakuan baik. 1. Dari Abu Hurairah, dia meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata: “Aku menyuruhmu untuk memperlakukan wanita dengan baik.” (HR Al-Bukhari dan Muslim) 2. Abu Hurairah juga meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
Buatpara guru disini, saya minta teks arab hadits (kitab durrotun nasihin) tentang anak yatim yang menangis di hari raya, yang kemudian diajak Nabi SAW. Terima kasih atas perkenannya. Wassalam. JAWABAN : Wa’alaikum salam. Berikut teks arab hadits (kitab durrotun nasihin) tentang anak yatim yang menangis di hari raya, yang kemudian diajak
Sejumlahhadis menjelaskan perihal keistimewaan bulan Ramadan. Di antaranya adalah dibukanya pintu surga dan ditutupnya pintu neraka. Selain itu, juga dapat menjadi kesempatan untuk menebus dosa serta memperbanyak sedekah. Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 185 juga menjelaskan tentang kemuliaan yang dimiliki bulan Ramadhan.
pemahamandan menganalisis hadis-hadis Nabi. Ghazali menulis sebanyak 48 (empat puluh delapan) buah buku dan sebagian besar kebudayaan dan kultur Islam. Buku ini kemudian untuk pertama kali dipublikasikan pada tahun 1989 oleh penerbit Dar al-Shuruq, Kairo. Dan pada tahun 1991 oleh Muhammad al- definisi mengenai hadis, namun dengan
Kalapara wanita mendendangkan lagu, nabi Muhammad menikmati dengan penuh perhatian bahkan nabi mengoreksi liriknya yang dianggap kurang layak. Kumpulan hadits yang bisa dipertanggungjawabkan kesahihannya ini, menunjukan bahwa Nabi Muhammad mengapresiasi berbagai bentuk kesenian, seperti tarian, nyanyian dan musik. Kesenian memiliki makna
Mengutipdari Al-Quran Hadis (2020) yang ditulis Nismatul Khoiriyah, ada 2 aspek dalam muamalah yaitu adabiyah dan madaniyah. Pertama, aspek adabiyah menyangkut adab atau akhlak, seperti kejujuran, toleransi, sopan santun, adab bertetangga dan sebagainya. Kedua, aspek madaniyah berhubungan dengan kebendaan, seperti halal, haram, syubhat
Pengertiansanad adalah rangkaian urutan orang-orang yang menjadi sandaran atau jalan yang menghubungkan satu hadis sampai pada nabi saw. pengertian matan adalah perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya. pengertian rawi adalah orang yang memindahkan hadis dari seorang
. Nabi Muhammad ﷺ adalah orang Arab yang tidak terlepas dari unsur-unsur budaya Arab pada masa beliau hidup. Hal ini tentu memengaruhi pembacaan kita atas hadits. Dalam kajian ilmu hadits, tidak semua hadits itu merupakan sunnah. Karena ada sebagian hadits yang sekadar menjelaskan budaya Arab pada saat itu. Kiai Ali Mustafa Yaqub memberikan pandangan bahwa dalam memahami hadits diharuskan bisa memisahkan antara budaya dan sunnah Rasulullah ﷺ. Dalam karyanya yang berjudul at-Thuruq as-Shahihah fi Fahmi Sunnah an-Nabawiyah disebutkan beberapa kiat untuk membedakan antara agama dan budaya dalam sabda Rasulullah ﷺ. Lihat Ali Mustafa Yaqub, at-Thuruq as-Shohihah fi Fahmi Sunnah an-Nabawiyah, [Ciputat Maktabah Darus-Sunnah, 2016], h. 103 Pertama, ajaran agama Islam hanya dilakukan oleh kaum Muslimin. Hal ini berbeda dengan budaya yang selain kaum Muslimin pun melakukannya. Sebut saja serban. Serban merupakan budaya Arab. Hal ini bisa dibuktikan bahwa serban tidak hanya dipakai kaum Muslimin pada saat itu. Bahkan pesohor kafir Quraisy seperti Abu Jahal pun memakainya. Kedua, ada beberapa budaya yang hadir sebelum munculnya Islam. Seperti al-jummah pada rambut kepala yang terus berlanjut hingga Islam datang. Hal ini tentu berbeda dengan agama yang muncul setelah Islam datang. Karena syariat atau agama hanya ada setelah datangnya Islam. Ketiga, ada beberapa budaya yang muncul sebelum Islam datang. Namun setelah datang Islam, turunlah wahyu dari Allah ﷻ. Maka, walaupun hal tersebut ada sebelum Islam datang, namun keberadaanya menjadi syariat berdasarkan wahyu yang diturunkan. Sebagaimana perhitungan bulan Qamariyah dan manasik haji. Dahulu sebelum Islam datang, keduanya adalah budaya jahiliyah dan syariat Nabi Ibrahim As. Ketika Islam datang dan menetapkan hal tersebut, maka hal itu menjadi bagian dari syariat Islam. Kaum Muslimin yang menggunakan bulan qamariyah tidak lantas mengikuti budaya jahiliyah, melainkan mengamalkan ajaran syariat Islam. Hal ini diperkuat dengan pendapat Imam Muslim w. 256 H yang membuat bab khusus dalam Shahih-nya dengan judul باب وُجُوبِ امْتِثَالِ مَا قَالَهُ شَرْعًا دُونَ مَا ذَكَرَهُ صلى الله عليه وسلم مِنْ مَعَايِشِ الدُّنْيَا عَلَى سَبِيلِ الرَّأْىِ Artinya, “Bab Kewajiban Mengikuti Sabda Nabi yang Berupa Syariat, Bukan Pernyataan Beliau tentang Kehidupan Dunia Menurut Pendapatnya. Lihat Abû al-Hajjâj Muslim, Saḥiḥ Muslim, [Beirut Dâr al-Jîl, j. 7, h. 95 Imam al-Nawawi dalam kitab al-Minhaj Syarh Sahih Muslim, sebagaimana dikutip Kiai Ali Mustafa, juga menguatkan bahwa tidak ada perbedaan pendapat dalam permasalahan ini. Sehingga hal tersebut bisa dikategorikan sebagai bagian dari konsensus ijma’ ulama. Maka dari itu kita perlu meneliti lebih dalam ketika membaca sebuah hadits. Karena tidak semua hal yang kita temukan dalam hadits itu wajib kita ikuti. Kita wajib mengikuti jika hal tersebut merupakan bagian dari agama. Namun sebaliknya, jika tidak berkaitan dengan agama, maka kita tidak wajib mengikuti. Wallahu a’lam. Ustadz Muhammad Alvin Nur Choironi
Memahami hadis itu susah-susah gampang. Susah jika hadis yang dipahami mengandung banyak dimensi makna. Ini jelas jika tidak jeli, makna akan luput dari pemahaman pembaca. Gampang, jika hadis yang dibaca mengandung unsur-unsur yang mendukung keutuhan makna. Namun tampaknya, kesan susah-susah gampang dalam memahami hadis itu tidak berlaku bagi Kiai Ali Mustafa Yaqub al-maghfur lahu. Beliau punya cara unik dalam memahami hadis. Ada beberapa strategi yang digunakan Kiai Ali dalam memahami hadis-hadis Nabi. Strategi ini memang secara konsisten digunakan beliau ketika mencoba memberikan fatwa atau ketika melihat fenomena keagamaan umat Islam dalam kacamata pertama yang beliau gunakan ialah pahami dulu sistem metafora bahasa yang ada pada kandungan hadis. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak akan dapat lepas dari penggunaan metafora. Ketika musim pemilu tiba, biasanya bahasa-bahasa kampanye menggunakan metafor-metafor ini. Misalnya, ada istilah tikus kampung’ untuk merujuk kepada Jokowi. Lawan politik Jokowi menggunakan istilah ini untuk menyerang dirinya. Ada leksikon Cicak vs Buaya untuk merujuk pada konflik yang terjadi antara KPK dan kehidupan sehari-hari kita saja tidak mungkin lepas dari penggunaan metafor, apalagi agama yang dalam banyak pesan-pesannya selalu menggunakan strategi perumpamaan. Strategi pertama ini dapat digunakan untuk memahami beberapa hadis tertentu. Misalnya, dalam Fath al-Bari, Ibn Hajar mengemukakan sebuah hadis riwayat al-Bukhari. Hadis ini diriwayatkan oleh Aisyah. Para istri bertanya kepada Nabi tentang siapakah yang paling cepat menyusul duluan sepeninggal nabi. Rasul pun menjawab “Yang paling panjang tangannya”. Akhirnya mereka mengukur tangannya masing-masing dan ternyata yang paling panjang tangannya ialah Saudah. Hanya saja ternyata Zainab yang meninggal duluan sementara tanganya paling pendek dari istri-istri nabi lainnya. Zainab ini merupakan istri nabi yang paling banyak memahami hadis tersebut kita tentu harus mengetahui metafora yang digunakan. Di sini ada kaitan antara “Yang paling panjang tangannya” dan “yang paling sering bersedekah”. Metafora panjang tangan’ dalam kebudayaan Arab dikonotasikan sebagai perilaku yang sering memberi orang lain. Karena itu, bagi Kiai Ali, metafora perlu dipahami untuk memahami hadis-hadis yang mengandung banyak kedua, temukan illat dibalik pensyariatan sebuah hukum dalam hadis. Illat di sini bukan dalam pengertian hadis. Karena jika dalam sebuah hadis ada illat-nya, illat-nya tersebut dapat menyebabkan hadis menjadi lemah atau dhaif. Illat yang dimaksud dalam strategi ini termasuk dalam kajian usul fikih. Illat dalam kajian usul fikih terbagi menjadi dua, illat yang ada dalam nas agama dan illat yang dihasilkan dari ijtihad. Ini bisa digunakan untuk membaca makna beberapa hadis. Misalnya, hadis tentang perintah agar umat Islam harus berbeda secara penampilan dari kaum Musyrik. Nabi SAW bersabda “ Bedakanlah diri kalian dari kaum Musyrik. Panjangkan jenggot dan cukurlah kumis kalian.” Perintah panjangkan jenggot dan cukur kumis di sini dilandasi alasan/illat untuk berbeda secara penampilan dari kaum musyrik. Kaum musyrik di zaman nabi tentu berbeda dari kaum musyrik di masa sekarang. Karena itu memahami hadis ini dapat dilakukan dengan melihat illat perintah memanjangkan jenggot dan mencukur kumis itu. Jika di masa Nabi, kaum musyrik memanjangkan kumis dan mencukur jenggot namun di masa sekarang tentu jauh berbeda sesuai dengan kondisi lingkungannya. Misalnya taruhlah kaum musyrik saat ini memanjangkan jenggot dan mencukur kumis, tentu berdasarkan illat untuk berbeda itu, kaum muslim harus memanjangkan kumis dan mencukur ketiga, perhatikan kondisi geografis ketika sebuah hadis dituturkan. Strategi ini penting mengingat ada beberapa hadis yang berkenaan dengan arah ritual agama misalnya kiblat, buang hajat dan lain-lain. Meski letak geografis itu tidak bisa dijadikan sumber peletakan hukum, namun letak geografis juga dapat membantu kita memahami hadis. Misalnya, al-Bukhari dalam Sahih-nya meriwayatkan hadis dari Abu Ayyub al-Anshari bahwa Rasul SAW bersabda “Jika seseorang di antara kalian ada yang mau buang hajat, janganlah menghadap atau membelakangi kiblat, tapi menghadaplah ke arah timur atau barat.” Dalam hadis ini tidak disebutkan posisi Rasul ketika menyabdakan hukum arah buang hajat ini. Namun dalam riwayat lain, Ibnu Umar menceritakan pengalamannya. Beliau mengatakan “ketika aku menaiki rumah Hafsah untuk beberapa keperluan, aku pernah melihat Rasul SAW sedang buang hajat sambil membelakangi kiblat dan menghadap ke arah Syam.”Hafsah merupakan istri Nabi yang dinikahi setelah hijrah ke Madinah. Jelaslah di sini bahwa posisi Nabi saat itu berada di Madinah. Letak Madinah secara geografis berada di arah utara Mekkah. Karena itu hadis ini tidak boleh diamalkan secara tekstual di Indonesia karena letak geografis Indonesia berada di arah timur. Artinya ketika kita mengamalkan perintah nabi yang mengatakan “menghadaplah ke arah timur atau barat ketika buang hajat” itu artinya kita “menghadap atau membelakangi kiblat”. Tentu ini tidak seperti yang disabdakan Nabi sebelumnya agar kita tidak menghadap kiblat. Artinya jika hadis tersebut diamalkan di Indonesia, maka “menghadaplah ke arah utara atau selatan ketika buang hajat”. Untuk memahami hadis ini, ada dua pendekatan; pertama, pendekatan secara lafal yang berlaku untuk kalimat pertama dari hadis tersebut, “Jangan menghadap kiblat atau membelakanginya”. Kedua, pendekatan secara makna yang berlaku untuk kalimat kedua dari hadis tersebut, “menghadaplah ke arah timur atau barat”. Dua pendekatan ini, kata Kiai Ali, hanya bisa dilakukan bagi orang yang mengetahui letak geografisStrategi keempat, perhatikan kedisinian dan kekinian sebuah hadis. Karena hadis-hadis dituturkan dalam konteks masyarakat Arab, maka tentu kandungannya tidak melulu berkaitan dengan agama yang lepas dari bingkai budaya. Sejatinya, al-Quran dan hadis diwahyukan kepada Nabi tidak terlepas dari konteks yang mengitarinya, tidak turun dalam ruang dan waktu yang kosong dari budaya setempat. Meski kadang prinsip al-hadits arabiyyun lughatan wa alamiyyun ma’nan hadis itu meski secara lafal berbahasa Arab namun secara makna bersifat universal’ bisa dipakai, namun hadis tetaplah hadis, ujaran Nabi yang berbahasa Arab, bahasa yang sepenuhnya mencerminkan kebudayaan Arab. Karena itu menurut Pak Yai, pahami hadis dalam bingkai ruang dan waktunya. Strategi ini digunakan beliau untuk memahami hadis-hadis yang berkenaan dengan kebudayaan Arab seperti pakaian misalnya. Hadis-hadis mengenai pakaian banyak sekali secara tekstual terhadap hadis-hadis pakaian ini akan mengimplikasikan bahwa pakaian Nabi wajib digunakan oleh umat Islam. Bagi Kiai Ali, bukan itu yang dimaksud sunnah Nabi. Mengikuti sunnah berarti ya kita harus memakai pakaian sesuai adat dan istiadat kita karena Nabi sendiri memakai pakaian sesuai tradisi Arab, bukan Persia atau lain-lain. Bahkan Kiai Ali berpandangan lebih ekstrim lagi. Bagi beliau, memakai pakaian yang tidak sesuai adat kebiasaan setempat atau pakaian itu berbeda dari budayanya disebutnya sebagai pakaian syuhrah’. Si pemakainya akan dijerumuskan ke dalam Neraka. Begitu Kiai Ali berpendapat sambil mengutip hadis riwayat Ibnu kelima, perhatikan skala prioritas dalam ibadah. Strategi ini biasanya digunakan Kiai Ali untuk memahami hadis dalam kaitannya dengan ibadah haji atau umrah berulang. Jika ada dua ibadah dimana yang satu dari segi pahala bersifat utama sementara yang lain lebih utama, maka ibadah yang lebih utama ini yang lebih diprioritaskan untuk diamalkan. Jika ada dua ibadah dimana yang satu dampak positifnya untuk pribadi sementara ibadah yang lain dampak positifnya bukan hanya untuk pribadi namun juga untuk lingkungan sosial, maka ibadah yang berdampak social secara positif inilah yang diutamakan. Bahkan pandangan mengenai prioritas ibadah ini begitu mewarnai tulisan-tulisan Kiai Ali. Tulisan-tulisan yang berkaitan dengan hal ini biasanya bernada provokatif seperti Haji Pengabdi Setan dan Kiyai Pemburu keenam, dahulukan intensionalitas syariah di atas tekstualitas hadis. Strategi ini memang tidak terlalu banyak dikupas dalam berbagai karya-karyanya. Kendati demikian, Kiai Ali memandang bahwa tekstualitas hadis tetap penting meski semangat yang melandasi hadis itu yang lebih penting. Contoh hadis yang berkenaan dengan strategi ini ialah perintah Nabi SAW kepada Zaid bin Tsabit untuk mempelajari bahasa Ibrani. Tekstualitas hadis ini mengatakan bahwa mempelajari bahasa Ibrani itu sunnah. Namun berdasar pada pemahaman atas intensionalitas hadis ini, Kiai Ali memandang bahwa belajar bahasa asing itu termasuk sunnah jika semangatnya untuk berdakwah dan kepada strategi pemahaman hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Kiai Ali Mustafa Yaqub menggunakan dua pendekatan sekaligus pendekatan tekstual dan pendekatan kontekstual. Masing-masing pendekatan ini dimungkinkan tergantung pada hadis yang akan dipahami. Artinya penggunaan pendekatan ini akan didorong oleh bagaimana sebuah hadis berbicara. Hadis yang berbicara tentang apa dan bagaimana akan menentukan dengan sendirinya model pendekatan yang dipakai. Dalam pepatah dunia penelitian dikatakan al-maudhu yafridl al-manhaj’ objek menentukan metode yang akan digunakan. Kiai Ali dalam hal ini telah berhasil membangun metode yang unik dalam memahami hadis dalam konteks keindonesiaan
ArticlePDF Available AbstractPerkataan Nabi Muhammad tidak bisa dipisahkan dengan konteks situasi yang dihadapinya. Konteks tersebut bisa jadi situasi sosial, politik, ekonomi dan budaya. Terdapat beberapa hadis yang harus dipahami dengan mempertimbangkan konteks sosio-kultural lokal Arab. Paper ini akan membahas tentang dialektika hadis dengan budaya lokal Arab. Dengan menggunakan pendekatan kontekstual, bisa disimpulkan bahwa terdapat hadis-hadis yang berlaku universal di samping juga terdapat hadis-hadis yang hanya berlaku temporal dan tentatif. Hadis-hadis temporal dan tentatif ini direkomendasikan untuk ditafsirkan ulang daripada langsung diterima dan digunakan sebagai sebuah aturan yang final. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. A preview of the PDF is not available Rozian KarnediUnderstanding of Isbāl Hadiths in a Sociological Perspective This study aims to further analyze the differences among Muslims in understanding the isbāl hadith focused on two questions. First, whether the isbāl prohibition contained in various pure hadiths is religious normativity or sociological reasons for particular interests. Second, how is the best way to understand the isbāl hadith prohibition. The study of this issue uses a sociological approach and thematic correlative methods. The study results found that the hadiths that prohibit isbāl are tasyri'iyyah hadith legal /normative, but the law is not universal but conditional. It happens because the emergence of the hadiths prohibiting isbāl is inseparable from the sociological factor at that time, which was a form of rejection of the Prophet Muhammad PBUH against the jahiliyyah culture. The correlative study of the hadith found that 'illat prohibiting isbāl is khuyyala' arrogance. The proper understanding of this hadith is a contextual understanding using the rules of ushul fiqh yadūrul ḥukmi ma'a al-'illah wujūdan wa'adaman the application of the law is closely related to the presence or absence of 'illat. The prohibition isbāl aimed specially for people who do it because of their arrogance, not to people who do it without their arroganceMahbub Ghozali Achmad Yafik MursyidUsing ideology in interpretation has become a major problem since the codification of interpretation. This kind of interpretation model emphasizes the meaning leads to a certain ideology to expand the range of understanding through publications. This was done by Hassan in his work, Tafsir al-Furqan, who made it as a medium of da'wah to spread Persis's belief about Islam. This study aims to find the ideological narrative in Hassan's interpretation. This study uses a qualitative method with content analysis as a data analysis tool to achieve this goal. This study finds that Hassan's efforts to provide a normative understanding of Islam with purification efforts start from positioning the Qur'an as the main guide that eliminates all existence of previous traditions. With this argument, all forms of tradition preservation and knowledge development cannot be the basis for forming a new religious practice that is not found in the Qur'an. Muslims must fully adhere to the Qur'an as the basis of Persis al-Bukhari Hadis No. 1865Al-BukhariN ImamAl-Bukhari, Imam. "Shahih al-Bukhari Hadis No. 1865." CD alMakktab al-Syamilah al-Isdar al-Maktab al-SyamilahAbdul Al-UbbadMuhsinAl-Ubbad, Abdul Muhsin. "Syarah Sunan Abi Daud." Software al-Maktab al-Syariah al-Islamiyyah. Ardan Dar al-NafaisMuhammad AsyurAsyur, Muhammad Thahir bin. 2001. Maqashid al-Syariah al-Islamiyyah. Ardan Dar untuk Pemula TerjJasser AudahAudah, Jasser. 2013. Al-Maqashid untuk Pemula Terj. Edited by Ali Abdelmon'im. Yogyakarta SUKA Ma'anil Hadis Paradigma InterkoneksiAbdul MustaqimMustaqim, Abdul. 2008. Ilmu Ma'anil Hadis Paradigma Interkoneksi. Yogyakarta Idea al-Quran, Model Dialektika Wahyu dan BudayaAli SodiqinSodiqin, Ali. 2008. Antropologi al-Quran, Model Dialektika Wahyu dan Budaya. Yogyakarta Arruz Media al-Bukhari Hadis No. 1865Imam N Al-BukhariAl-Bukhari, Imam. "Shahih al-Bukhari Hadis No. 1865." CD al-Makktab al-Syamilah al-Isdar publicationsDiscover more about ArabsKontribusi Islam terhadap Sejarah Perkembangan AdministrasiMarch 2015 EFISIENSI - KAJIAN ILMU ADMINISTRASIDjihad HisyamSejarah perkembangan administrasi pada fase sejarah dari tahun pertama masehi sampai dengan tahun 1886 dinyatakan sebagai abad gelap, tidak banyak hal yang dapat dicatat. Pendapat tersebut dipandang sebagai pernyataan yang tidak fair, sebab dunia Barat sama sekali tidak menengok pada dunia timur dengan kehadiran Muhammad, temyata mampu membuat perubahan dan mampu membuat peradaban dunia. ... [Show full abstract] Kehadiran Muhammad di tengah-tengah masyarakat Jahiliyah Arab mampu mengubah tatan nilai yang dapat mengangkat masyarakat Arab menjadi masyarakat yang berkeadaban dan bermartabat. Sumber-sumber administrasi Islam bertumpu pada syariat yang ada pada Quran dan as Sunnah. Kekuatan pelaksanaan politik dan administrasi Islam tenetak pada rasa takut pada Islam dalam sejarah perkembangan administrasi cukup besar dengan adanya aturan dan tatanan yang menyangkut bidang-bidang politik dan administrasi. Banyak tatanan dalam bidang politik dan administrasi yang muncul dengan kehadiran Islam tersebut yang hingga kini tetap menjadi pedoman dan pegangan umat kunci Islam, Sejarah Perkembangan AdministarsiRead morePEMETAAN KONFLIK PANJANG ARAB SAUDI DAN IRANDecember 2022 Jurnal Kolaborasi Resolusi KonflikHumairah ArsyadPerkembangan rivalitas Arab Saudi dan Iran di regional Timur Tengah dipicu oleh perbedaan paham keagamaan sektarianisme Sunni dan Syi’ah. Selain itu, ada yang berpendapat bahwa konflik dipicu oleh usaha Amerika Serikat dan Uni Soviet untuk dapat menguasai dan mengendalikan Timur Tengah secara politik dan ekonomi. Untuk melihat konflik antara Arab Saudi dan Iran, penulis akan menggunakan teori ... [Show full abstract] pemetaan konflik dari Paul Wehr. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Data diperoleh dari data sekunder melalui teknik pengumpulan data berupa studi dokumentasi. Analisis data menggunakan tahapan reduksi data, analisis data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis ini dapat memberikan gambaran tentang konflik Arab Saudi dan Iran mulai dari bagaimana awal konflik yang terjadi, siapa yang berkonflik, siapa yang bersekutu, dan moreArticleFull-text availableSHAH WALI ALLAH AND ABUL A'LA MAWDUDIJune 2000 Al Qalam Ilzamudin Ma'murShah Wali Allah dan Sayyid Abul A'la Mawdudi adalah pemikir-pemikir Muslim dari Anak-benua lndo-Pakistan yang sangat terkemuka pada masanya, masing-masing abad ke-18 dan 20. Kedua ulama ini yang masing-masing dipandang mewakili kaum Modernis dan Tradisionalis hingga tingkat tertentu, mempunyai pemikiran yang menyentuh spektrum yang cukup luas mulai dari ilmu agama tradisional seperti tafsir, ... [Show full abstract] fiqh, bahasa Arab dan sejarah Islam hingga ilmu umum modern seperti ilmu ekonomi, Pendidikan dan politik kenegaraan. Dari sekian banyak aspek pemikiran mereka tersebut, pemikiran politik menjadi kajian utama dalam tulisan ini. Kemudian karena konsep dasar filsafat politik adalah konsep negara, maka tulisan ini lebih diarahkan pada pemikiran mereka yang menyangkut bentuk dan tujuan negara, peran kepala negara, syarat kepala negara, gelar kepala negara, tugas kepala negara, dan jenis golangan warga dari negara Islam. Kendati terdapat beberapa perbedaan dan sekaligus persamaan, gagasan umum mereka adalah ingin melihat terciptanya umat Islam, khususnya di Indo-Pakistan dan umumnya dunia Islam, bersatu padu di bawah bendera Islam. Sejalan dengan pemikiran ini, mereka sependapat bahwa tujuan dari negara Islam adalah untuk menjamin diterapkannya ajaran-ajaran lslam. Negara bukanlah tujuan melainkan sekedar alat untuk mencapai tujuan yang lebih luas dan mulia yang dalam bahasa Iqbal dimaksudkan "untuk mewujudkan Kerajaan Tuhan di Bumi".View full-textLast Updated 27 Jan 2023Interested in research on Arabs?Join ResearchGate to discover and stay up-to-date with the latest research from leading experts in Arabs and many other scientific topics.
hadis nabi tentang kebudayaan